Selain penghasil ikan, Kabupaten Natuna juga merupakan daerah penghasil kelapa yang cukup lumayan besar. Ini terbukti dengan keberadaan hamparan batang pohon kelapa yang menyebar di seantero wilayah kepulauan tersebut.
Seperti yang dikutip Batamtimes dari detikkepri.com, bahwa produk perkebunan yang berasal dari dataran Amerika Selatan ini banyak berperan dalam industri makanan. Tidak heran, banyak investor yang sempat menanamkan modal pada usaha perkebunan kelapa.
Namun cerita besar itu sayangnya tidak menjadi kebanggaan di Natuna. Layaknya sampah, kelapa kini dibiarkan matang di pohon dan jatuh dengan sendirinya. Buah kelapa yang terjatuh tersebut dibiarkan seperti sampah yang berserakan seakan tidak bernilai.
Petani kelapa di Natuna keberatan mengolah kelapa menjadi kopra karena harganya yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Belum lagi masalah transportasi, yang menjadi kendala besar. Ironisnya, disaat harga barang dan kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) terus menanjak naik, justeru harga kopra dan hasil bumi lainya, terjun bebas.
Kini, harga kopra tinggal berkisar antara Rp 2.500 – Rp 3.000 per Kg. Dan harga tertinggi mencapai Rp 3.500 per Kg. Angka ini merupakan harga terendah pada tahun 2010.
Sebelumnya, harga kopra sempat mencapai Rp 4.000 per Kg. Bagi petani kopra, harga saat ini terlalu kecil, dibanding beban pekerjaan, ongkos dan upah kerja selama proses produksi menjadi kopra. Belum lagi biaya transportasi. Karena itu, harga kopra di Natuna di tingkat pembeli menjadi ini berbeda-beda. Dan pembeli cenderung mematok harga murah.
Jafar, petani kelapa di Kecamatan Midai, Natuna, mengatakan harga kopra di wilayahnya bervariasi. Di tingkat pembeli, kopra dipatok dengan harga antara Rp 1.900 – Rp 2.000 per Kg. Sedangkan para pedagang di Natuna membeli dengan harga Rp 2.300 per Kg.
Kata Jafar, jika harga mulai stabil, ia akan mencoba membawa kelapa serta Kopra yang telah dikeringkan dengan Kapal Printis menuju Pontianak dan Tanjungpinang, karena harganya bisa sedikt lebih tinggi.
Wan petani kelapa lainnya menuturkan saat ini banyak kelapa yang banyak berjatuhan di Natuna tanpa dipetik dan dibiarkan berserakan di bawah pohon seolah komoditi yang tidak bernilai. Sayang memang, kelapa yang seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan itu dan dulu menjadi primadona di Natuna, kini terongok tidak berguna.
Wan yang mengaku memiliki 700 batang pohon kelapa di dua bidang kebunnya di Ranai, Natuna, menilai, perlu adanya pendirian pabrik pengolahan kelapa, sehingga kelapa kini tidak bernilai tersebut menjadi komoditi yang berharga.
Kata Wan, dari kebun kelapanya tersebut, ia bisa menghasilkan 4.000 butir kelapa segar setiap panen. Bila diproses menjadi kopra atau kelapa kering, jumlah tersebtu bisa menghasilkan 1 ton kopra. Tetapi ia memilih untuk tidak memetik dan memproses kelapanya menjadi kopra, karena harganya yang terlalu murah.
Ungkapnya, 1 kwintal kopra yang setara 300 butir kelapa segar hanya berharga Rp 100 ribu. Kini ia dan sebagian warga Natuna lainnya masih terus menunggu hingga harga kopra sejajar dengan harga kebutuhan lainnya, seperti dulu.
“Tetapi sebagian warga yang tidak sabar, memilih menebang pohon kelapanya untuk dijadikan rumah atau mengubah lahan perkebunan kelapanya dengan komoditi lain yang lebih punya nilai jual,” ujarnya.
Karenanya, ia berharap, Pemda ikut memperhatikan nasib petani kopra, karena mereka rata-rata menggantungkan hidup pada pendapatan dari kopra. Sementara harga sembako dan bahan lain, terus meningkat.
Melalui Dinas Perkebunan, mereka berharap mendapat pengetahuan agar petani dapat mencegah dan mengatasi permasalahan yang dihadapi, sehingga harga kopra dapat naik kembali.
Terpisah, Arifin Mawi, tokoh Pemuda setempat menjelaskan bahwa prospek kopra Natuna terbuka bagi pangsa pasar Internasional. Karena itu, perlu perhatian serius oleh pemerintahan setempat dalam membaca peluang investasi kopra di Natuna.
“Kalau pemerintah serius, sebenarnya peluang sangat terbuka untuk mengarap komoditi handalan Natuna ini,” terangnya.
Dijelaskan, sejak lama kampanye anti minyak jenuh gencar dilancarkan di Amerika Serikat (AS), sehingga tidak memupuskan harapan para pakar untuk melirik minyak kelapa sebagai sumber pangan sehat. Meskipun uji klinis belum dilakukan secara intensif, asam lautrat dalam minyak kelapa diyakini sangat bermanfaat bagi kesehatan, termasuk kolesterol dan jantung yang justru kebalikan dari kampanye ilmuwan AS.
Berdasarkan pertimbangan itu, perdagangan minyak kelapa murni/virgin coconut oil (VCO) makin meningkat, baik domestik maupun mancanegara dengan harga cukup tinggi. Saat ini, lebih dari 300 perusahaan minyak kelapa murni VCO sudah beroperasi dan masing-masing mengklaim terbaik.
“Semoga saja masih ada yang peduli terhadap para petani Kopra di kabupaten Natuna,” pungkasnya. (red/dk)
Sumber :
http://www.batamtimes.com/natuna/2498-kopra-natuna-belimpah-ruah-namun-tidak-bernilai-harga-.html
7 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar